Mengekspresikan Kemarahan

Saya lagi kacau beliau nih. Kacau, secara emosional. Saya heran, karena hal-hal kecil nan sepele saya jadi mudah kesal, mudah marah, juga mudah nangis. Yang terakhir ini yang paling saya tidak suka, karena 'kelihatan'...

Sekedar kesal, saya bisa tahan.
Sampai tahap marah, bisa disembunyikan.

Tapi kalau sudah nangis, mau gimana lagi. Diusap-usap supaya airnya tidak menggenang, percuma, karena bekasnya toh kelihatan. Berkilapan di pipi. Belum lagi mata yang berubah merah.

Kalau nangisnya masih dengan gaya anggun, ora opo-opo. Tanpa suara, cuma air saja tiba-tiba mengalir di pipi. Melankolis, yang lihat juga pasti ikutan sedih dan ingin menenangkan.

Lah, yang saya lakukan baru-baru ini, bukan nangis tipe itu. Tapi nangis histeris pakai suara lantang. Bahu sampai naik turun, tanda kesusahan mengatur nafas.
Lucunya, ditengah-tengah nangis saya masih ingin berbicara. Jadinya yang keluar bukan suara jelas yang bisa dimengerti, tapi sekedar angin dari mulut yang megap-megap kayak ikan.

Hahaha. Saya jadi malu.
Tapi itu terjadi karena sesuatu yang terjadi di luar kendali diri, ada sebab. Sesuatu yang.. katakan... mengecewakan?

Saya kecewa dengan diri sendiri. Pikiran-pikiran negatif dengan mudahnya datang di kepala. Yang kemudian menimbulkan kesal yang tidak bisa lagi ditahan. Kebetulan saat itu tidak ada yang mampu mengalihkan perhatian dari terus menerus kesal. Saat itu tidak ada secuil pun kegiatan yang mampu menghapus hal tersebut dari kepala. Jadilah air membanjir membuat mata saya bengkak sehari penuh.

Ah, saya menyesal menghabiskan tenaga hanya untuk menangis. Perasaan tidak menjadi jauh lebih baik, yang ada cuma mata bengkak dan rasa lapar.

Mungkin lain kali saya harus mencoba mengekspresikan kemarahan dengan cara lain. Oh ya, baru-baru ini teman saya memberi alternatif cara menunjukkan kemarahan. Berbicara dengan suara keras sambil memukul setir mobil.
Patut dicoba? Hahaha.

Saya ingin punya cara mengekspresikan kemarahan dengan cara yang 'baik'. Selama ini, kalau ada apa-apa yang tidak enak di hati saya cuma diam. Diam seribu bahasa. Kalau ditanya kenapa, sudah dipastikan saya menjawab : "tidak apa-apa".
Orangnya yang membuat marah tidak sadar, saya keki setengah mati.

Sekarang saya sedang berusaha mengganti cara mengekspresikan kemarahan. Butuh waktu. Juga butuh latihan.. Hehe.. Ada yang mau jadi bahan percobaan? :)

0 komentar: